Selasa, Agustus 7

Cukup Sempurna


Lagi-lagi berniat menulis tentang hidup dan kerandomannya. Saya hobi banget baca-baca blog orang. Atau lebih tepat dibilang stalker. Really great stalker nyihihihi *ketawa setan*. Kalo lagi stalking bisa ampe bermenit-menit mencari segala sesuatu apapun itu, terutama tulisan tentang orang yang distalker. Paling seneng kalo udah nemu blognya, atau twitter, kalo facebook sih masih kurang representatif. Bukannya berniat jahat kok, tapi saya seneng melihat kehidupan seseorang lewat tulisan. Saya bikin blog kan gara-gara sering baca blog orang, yang sering pula menulis cerita tentang hidupnya.

Beranjak lagi, karakter orang itu banyak banget. Nget. Dan saya hanya sepersekian titik dari ribuan karakter orang di muka bumi. Saya bukannya mau mematenkan karakter seorang saya, boro-boro sih, memahami karakter diri sendiri aja belum becus. Saya hanya ingin menulis sesuatu. Entah tentang apa ini semua.

Mungkin karena semakin kesini semakin banyak ketemu macam-macam orang. Flash back kehidupan sebelumnya, yang terpaksa monoton oleh peraturan. Perempuan lugu ini pun baru melihat kehidupan yang sebenarnya. Jeng jeeng.. Toh ruang lingkup hidup saya sekarang ini Cuma di sekitaran Jogja, kampus terutama. Ke Pekalongan sesekali kalo lagi pulang kampung. So campus life is the real stage for now. Dan cukup representatif untuk kehidupan remajawan dan remajawati jaman sekarang.

Manusia sewajarnya memilih gaya hidupnya sendiri. Juga bagaimana kisah-kisah dalam dirinya harus berjalan. Tentu,dengan pertimbangan berbagai macam faktor yang mempengaruhi. Bagaimana si A bergaul dengan B karena memiliki kesamaan faktor. Bagaimana si C dan D bisa bertemu karena faktor tertentu.

And when i saw someone, with her/his perfect life. Kadang merasa ‘iri’ dengan hidup sempurnanya. Do you feel so? Wajar nggak sih? Atau saya yang nggak normal nih. Well, i mean, perfect life isn’t just someone who surrounded by money. Itu bisa jadi salah satunya. Mungkin orang-orang yang punya keberuntungan lebih yang tidak saya miliki. Dalam hal apapun itu. Apapun. I won’t mention it, but you’ve got what i mean.

Bukan pula berarti penyesalan. Tidak, saya berusaha tidak menyesali apapun. Karena pilihan buruk pun bukan untuk disesali. Setiap manusia itu punya hidup sempurnanya masing-masing. Saya tak luput pula dari seorang ‘manusia’. Saya sepatutnya senang melihat teman-teman lama yang kini punya keuntungannya sendiri. Atau teman teman arsitek yang begitu dilimpahi ke-perfect-an skill nya. Atau orang-orang yang saya kenal punya keunikan nya masing-masing. Nggak ada yang nggak baik. Kita hanya hidup dalam frekuensi yang berbeda-beda *apadeh*.

Hidup saya cukup sempurna, meski beasiswa PPA nya nggak diterima karena IP kurang *sedih*. Cukup sempurna, dengan teman-teman yang hidup di sekitar saya. Cukup sempurna, dengan makan masakan mama selagi buka puasa. Cukup sempurna, dengan mukena dan sajadah lima kali sehari. Cukup sempurna, dengan baju seadanya. Cukup sempurna, dengan menghirup segarnya udara gunung dan melihat awan dari puncak. Cukup sempurna, dengan secangkir kopi dan sepiring gorengan di lincak satub serta diiringi nyanyian santai sore hari.
J

3 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. hmm..it's not mistake to feel that way, sometimes me either. But i think, perfection of someone is their imperfection. There's no such an angel-man in this world. How u think? :)
    You were perfect as you seem, tem.

    BalasHapus
  3. woow, a good comment pe' :) no other word but agree!

    BalasHapus

ayo sini dikomen dikomeen :)