Lagi-lagi berniat menulis tentang hidup dan
kerandomannya. Saya hobi banget baca-baca blog orang. Atau lebih tepat dibilang
stalker. Really great stalker nyihihihi *ketawa setan*. Kalo lagi stalking bisa
ampe bermenit-menit mencari segala sesuatu apapun itu, terutama tulisan tentang
orang yang distalker. Paling seneng kalo udah nemu blognya, atau twitter, kalo
facebook sih masih kurang representatif. Bukannya berniat jahat kok, tapi saya
seneng melihat kehidupan seseorang lewat tulisan. Saya bikin blog kan gara-gara
sering baca blog orang, yang sering pula menulis cerita tentang hidupnya.
Beranjak lagi, karakter orang itu banyak
banget. Nget. Dan saya hanya sepersekian titik dari ribuan karakter orang di
muka bumi. Saya bukannya mau mematenkan karakter seorang saya, boro-boro sih,
memahami karakter diri sendiri aja belum becus. Saya hanya ingin menulis
sesuatu. Entah tentang apa ini semua.
Mungkin karena semakin kesini semakin banyak
ketemu macam-macam orang. Flash back kehidupan sebelumnya, yang terpaksa
monoton oleh peraturan. Perempuan lugu ini pun baru melihat kehidupan yang
sebenarnya. Jeng jeeng.. Toh ruang lingkup hidup saya sekarang ini Cuma di
sekitaran Jogja, kampus terutama. Ke Pekalongan sesekali kalo lagi pulang kampung.
So campus life is the real stage for now. Dan cukup representatif untuk
kehidupan remajawan dan remajawati jaman sekarang.
Manusia sewajarnya memilih gaya hidupnya
sendiri. Juga bagaimana kisah-kisah dalam dirinya harus berjalan. Tentu,dengan
pertimbangan berbagai macam faktor yang mempengaruhi. Bagaimana si A bergaul
dengan B karena memiliki kesamaan faktor. Bagaimana si C dan D bisa bertemu karena
faktor tertentu.
And when i saw someone, with her/his perfect
life. Kadang merasa ‘iri’ dengan hidup sempurnanya. Do you feel so? Wajar nggak
sih? Atau saya yang nggak normal nih. Well, i mean, perfect life isn’t just
someone who surrounded by money. Itu bisa jadi salah satunya. Mungkin
orang-orang yang punya keberuntungan lebih yang tidak saya miliki. Dalam hal
apapun itu. Apapun. I won’t mention it, but you’ve got what i mean.
Bukan pula berarti penyesalan. Tidak, saya
berusaha tidak menyesali apapun. Karena pilihan buruk pun bukan untuk disesali.
Setiap manusia itu punya hidup sempurnanya masing-masing. Saya tak luput pula
dari seorang ‘manusia’. Saya sepatutnya senang melihat teman-teman lama yang
kini punya keuntungannya sendiri. Atau teman teman arsitek yang begitu
dilimpahi ke-perfect-an skill nya. Atau orang-orang yang saya kenal punya
keunikan nya masing-masing. Nggak ada yang nggak baik. Kita hanya hidup dalam
frekuensi yang berbeda-beda *apadeh*.
Hidup saya cukup sempurna, meski beasiswa PPA
nya nggak diterima karena IP kurang *sedih*. Cukup sempurna, dengan teman-teman
yang hidup di sekitar saya. Cukup sempurna, dengan makan masakan mama selagi
buka puasa. Cukup sempurna, dengan mukena dan sajadah lima kali sehari. Cukup
sempurna, dengan baju seadanya. Cukup sempurna, dengan menghirup segarnya udara
gunung dan melihat awan dari puncak. Cukup sempurna, dengan secangkir kopi dan
sepiring gorengan di lincak satub serta diiringi nyanyian santai sore hari.
J
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapushmm..it's not mistake to feel that way, sometimes me either. But i think, perfection of someone is their imperfection. There's no such an angel-man in this world. How u think? :)
BalasHapusYou were perfect as you seem, tem.
woow, a good comment pe' :) no other word but agree!
BalasHapus