1-2 September 2013
“Perpisahan”
my host family, bareng sama anggota tim perempuan lain
Pada akhirnya
tibalah saat kami harus selesai dengan segala macam kegiatan kami selama kurang
lebih satu bulan di Binaiya ini. Artinya kami harus berpisah dengan orang-orang
yang kami temui selama di sini. Keluarga-keluarga yang rumahnya kami tinggali,
Pak Sonri selaku sekretaris desa, Bang Ampi, seluruh anak-anak sekolah yang sempat
kami ajar, bu guru dan pak guru, yang tidak bisa kami bantu lebih lama lagi
daam mengajar murid-murid. Terlebih, kami akan segera meninggalkan megahnya
gunung Binaiya dengan beberapa titiknya yang kami sempat singgahi.
Sebelum benar
benar pergi, kami melakukan rapat koordinasi pada dua malam terakhir kami di
Kanikeh. Kami membahas segala hal yang kami dapat selama ekspedisi dan apa
kira-kira yang dapat kami berikan sebelum meninggalkan orang-orang yang telah
banyak membantu kami. Beberapa masalah dibahas untuk kemudian disampaikan
kepada pengurus desa ataupun guru-guru. Kami juga mendengar kabar ahwa nona
guru akan mengajak penduduk setempat untuk mengadakan ‘pesta’ pelepasan kami
yang akan sekaligus kami manfaatkan untuk momen perpisahan.
Keesokan
harinya, tak seperti biasanya kami makan begitu banyak. Pagi hari, mama tempat
kami menginap memasakkan udang dan ubi-ubian (yang sangat jarang sekali mereka
lakukan). Siang harinya, acara perpisahan diadakan di ruang kelas. Saat kami
datang, makanan telah dihidangkan di meja tengah. Saya cukup terharu karena
sejujurnya untuk makanan sehari-hari mereka pun tidak mudah mendapatkannya.
Pada momen ini, masing-masing keluarga menyumbangkan makanannya demi melepas
kami. Acara diawali dengan sambutan dari nona guru dan ucapan terimakasihnya
untuk kami. Dilanjutkan oleh Pak guru, dan pak Sonri. Lalu kami, diwakili oleh
Adoy selaku ketua tim, juga menyampaikan ungkapan terimakasih dan beberapa
pesan singkat untuk mereka. Selanjutnya kami langsung menyantap hidangan. Semua
yang hadir turut bersuka cita menyantap papeda, patatas, kasbi, dan lauk pauknya.
Sisa hari itu kami habiskan untuk packing
dan persiapan terakhir sebelum turun.
suasana perpisahan
anak-anak yang menghadiri acara perpisahan
3-4 September 2013
“Duriannya benar-benar Runtuh”
Sepertinya
saya harus menyediakan satu judul sendiri untuk peristiwa yang kami alami ini selama
perjalanan pulang dari Kanikeh. Di hutan sebelum kami mencapai Desa Huaulu,
kami akan melewati sebuah area hutan yang ditumbuhi pohon-pohon durian.
Ajaibnya, pohon-pohon ini memiliki musimnya sendiri. Berbeda dari musim durian
pada umumnya, pohon-pohon durian di sini akan berbuah dua kali dalam setahun.
Saat perjalanan kami pulang itu adalah saat yang tepat ketika durian-durian
sudah mulai matang. Kami tidak mendapatinya ketika perjalanan berangkat satu
bulan yang lalu karena memang belum saatnya matang. Menurut sumber, hutan
durian ini sebelumnya pernah mendapat suntikan dari bule yang pernah datang.
Saya sendiri kurang paham suntikan macam apa dan atas dasar apa bule ini
menyuntikkan sesuatu di pepohonan durian ini. Kabar matangnya durian ini
tentunya sudah tersebar ke penduduk setempat. Entah itu di desa-desa gunung
maupun desa pesisir. Ketika kami masih di Kanikeh pun, orang-orang yang naik ke
Kanikeh dari bawah membawa barang satu-dua durian dan mengabarkan ke kami bahwa
di bawah sudah mulai matang duriannya. Membuat kami tak sabar untuk
menikmatinya sendiri.
Pagi itu dari
Kanikeh kami akan langsung turun karena packingan kami telah siap. Kami sudah
berpamitan hari sebelumnya sehingga pagi ini kami hanya pamit kepada masing
masing keluarga inapan kami. Sembari jalan turun melalui rumah-rumah penduduk,
kami hanya melambaikan tangan dan tersenyum. Semua ata menatap kami, seorang
ibu yang duduk di teras rumahnya meneriaki kami selamat jalan, selamat pulang
kembali ke jogjakrta! Kami merencanakan turun dalam waktu dua hari agar
perjalanan terasa santai. Pun kami sudah ingin menikmati pesta durian di bawah
yang artinya kami harus menyiapkan cukup waktu untuk berpesta, haha. Hari
pertama kami hanya habiskan sampai Desa Roho. Kami menginap di tempat warga, yang
malamnya berbaik hati memasakkan kami kasbi (singkong) goreng.
Besok harinya
kami melanjutkan perjalanan di pagi hari. Kami hanya tinggal melewati satu desa
sebelum kembali menemui aspal dan melihat kendaraan lalu lalang. Mendekati
punggungan terakhir sebelum desa huaulu, aroma durian mulai tercium. Kami
mempercepat langkah kami karena kami tahu waktu pesta akan segera tiba.
Saya seorang
penikmat durian, jadi saya akan menceritakan betapa surgawinya tempat ini.
Sungguh. Kami berjalan di antara pepohonan durian matang. Saat itu hanya ada
kami yang sedang berjalan di area tersebut. Karena biasanya beberapa warga pun
mencari-cari durian untuk kemudian dijual di desa. Karena hutan begitu sepi
maka sesekali terdengar suara bedebum, tanda durian jatuh dari pohonnya. Saat
itu pula tanpa ba bi bu kami bergegeas ke arah suara. Satu buah langsung kami
sikat dalam waktu beberapa menit. Saya pribadi sedikit was-was dan tetap
melihat-lihat ke arah atas, berjaga-jaga jika duriannya tiba-tiiba jatuh ke
kepala.
Saya gambarkan,
dalam beberapa jam ke depan kegiatan kami hanyalah cari durian jatuh-datangi-buka-makan-cari
lagi-buka-makan-cari lagi-buka-makan. Saya mendapati diri saya ikut-ikutan nggragas. Siapa yang akan menolak
mendapat durian gratis langsung dari pohonnya! Hingga akhirnya kami benar-benar
mabok. Para lelaki sepertinya memiliki kapasitas lambung yang lebih besar
daripada saya. Ketika saya memutuskan menyerah, mereka masih sibuk mencari
lagi. Bahkan di detik detik terakhir, mereka sudah melupakan etika membuka
durian dengan baik dan benar. Mereka semakin buas karena membuka kulit durian
dengan cara menginjak dengan kaki! (maafkan teman-teman saya ya, pembaca,
situasinya memang panas, haha). Oke, mungkin benar-benar sudah mabok. Sebelum
mereka mulai membuka kulit durian hanya dengan gigi dan melakukan praktik debus,
kami rasa kami harus hentikan semua ini dan kembali melanjutkan perjalanan. Itu
adalah pesta durian terbesar yang pernah saya alami, dan mungkin tidak akan
saya dapatkan di tempat lain. Ohya, kami memutuskan tidak banyak berfoto-foto
dalam pesta durian ini, karena kami tidak ingin membuat teman-teman kami di
jogja iri. Terlebih lagi, kami benar-benar sibuk makan durian dan lebih memilih
untuk menikmatinya ketimbang harus berfoto-foto.
Siangnya kami
singgah di rumah mama tempat kami tinggal di hari-hari keberangkatan kami
sebelumnya. Mama menyambut kami dengan hangat karena memang telah mengetahui
bahwa kami akan datang hari itu. Beliau telah menyiapkan makanan favorit kami
semua: nasi!. Setelah berminggu-minggu memakan sagu dan ubi-ubian, kami
mendapat hadiah nasi dari mama karena tahu kami pasti rindu makanan pokok kami
yang mayoritas orang Jawa ini. Betapa berterimakasihnya kami terhadap beliau. Dengan lauk pauk ikan, kami yang baru saja
pesta durian ini masih dengan nikmat menyantap makanan mama. Sesudahnya, kami
langsung berpamitan kembali untuk melanjutkan perjalanan ke tujuan kami hari
itu, Pusat Informasi Masihulan.
5-6 September
“Holiday”
naik long boat milik Bang Alay
Setelah satu
bulan penuh melaksanakan program kegiatan yang terjadwal, kami menyisihkan
waktu di penghujung hari-hari kami di pulau ini untuk berlibur. Sudah tentu
pantai adalah lokasi yang kami pilih untuk menghibur diri setelah lama berada
di gunung dan hutan tropis lembab. Lucunya, hampir semua kaki kami terkena
serangan kutu air. Kondisi hutan yang lembab dan kaki yang tidak pernah
benar-benar keringlah yang menyebabkan kaki kami terserang kutu yang tidak
kasat mata itu, dan air laut adalah obat yang ampuh untuk membasmi mereka tanpa
ampun. Oke, saya kurang paham korelasinya bagaimana, haha, yang jelas kaki saya
sembuh karena main air laut dan terpapar sinar matahari.
Kami akan
berlibur selama dua hari dan Sawai adalah lokasi yang kami kunjungi karena
sangat dekat dari lokasi basecamp kami di Pusat Informasi Masihulan. Kami hanya
butuh mencegat truk yang lewat ke arah timur untuk menumpang beberapa kilomater
sebelum turun di pinggir jalan untuk berjalan kaki ke arah pantai. Kami sudah
merencanakan untuk meminjam sebuah basecamp tepat di tepi laut milik Taman Nasional.
Lalu menyewa perahu (biasa disebut long boat) milik Bang Alay (beserta Bang
Alaynya sebagai sopir, haha) selama kami liburan.
Setelah
berjalan kaki, kami menuju arah tanaman bakau yang menandakan batas daratan
untuk bertemu Bang Alay yang telah menanti kami dengan perahunya. Kami langsung
dengan semangat menaiki perahu tersebut dan langsung bergerak melalui hutan
bakau sebelum akhirnya keluar ke laut lepas. Untuk menuju basecamp milik Taman
Nasional ini memang lebih mudah ditempuh melalui jalur laut ketimbang darat
karena letaknya yang benar-benar di tepi laut. Sebelum sampai ke lokasi, kami
mampir dulu di desa untuk mengisi amunisi perut kami yang telah habis ini.
Basecamp
yang kami singgahi berupa bangunan panggung kayu mungil dengan dermaga kecil di
depannya. Tidak ada kasur, namun kami sudah siap sedia dengan perlengkapan outdoor kami. Kami juga dipinjami
beberapa buah alat senorkling milik
Taman Nasional. Sisa hari itu kami habiskan untuk senorkling di beberapa titik laut, menikmati kelapa muda yang
langsung dipetik dari pohonnya, memancing ikan, atau hanya bermalas-malasan di
dermaga. Malamnya, Bang Alay mengajak beberapa orang untuk memancing ikan, dan
bahkan beliau sendiri akan unjuk kebolehan menyelam sambil menombak ikan.
Saya tidak ikut karena memilih
bermalas-malasan di basecamp sambil ngobrol-ngobrol, because it’s laaazy time. Beberapa saat kemudian yang pergi mencari
ikan kembali dengan hasil buruan yang cukup banyak. Kami melewati malam dengan
membakar ikan dan menyantapnya di tepian dermaga, bahkan beberapa ikan berwarna
bagus dan tampak sayang untuk dimakan, haha.
basecamp milik TN Manusela
Pertama kalinya main snorkeling
numpang foto di penginapan sebelah
Esok
harinya kami hanya punya waktu setengah hari, karena harus mengejar waktu untuk
kembali lagi ke Masohi. Kami telah menyewa tronton Kabaresi lagi untuk mengangkut
kami kembali. Pagi hari sebelum kembali pulang ke daratan, kami mampir sejenak
ke resort yang cukup mewah dan terkenal, pantai ora. Kabarnya tempat ini adalah
yang paling mahal di sini karena fasilitasnya standar bule. Arsitekturnya juga
menarik. Kami hanya berfoto-foto sejenak, namun sebagian besar dari kami memang
sudah tidak berminat berfoto-foto ria. Berakhir dengan mutungnya seksi dokumentasi kami yang sudah susah payah memasang
kamera di tripod dan mencari angle
untuk foto tim, namun tidak
ditanggapi kami-kami, haha. Setelahnya kami menyempatkan untuk sekali lagi
bermain snorkling di satu titik. Karena
tepat pada hari Jum’at, teman-teman lelaki yang muslim akan melaksanakan sholat
jum’at di masjid setempat (setelah melewati setiap jum’at di gunung tanpa
masjid, haha). Lalu kami para wanita memutuskan untuk mandi di pemandian umum.
Sekilas tempat ini seperti kolam renang umum karena telah terpasang
keramik-keramik pada tepian kolamnya, namun sebenarnya air di kolam ini adalah
mata air yang mengalir dengan sangat perlahan. Kami bertiga berbaur dengan
penduduk setempat yang juga memanfaatkan kolam ini untuk berbagai keperluan
seperti mandi, mencuci, atau sekedar bermain-main saja.
kolam yang airnya mengalir perlahan
Kami menunggu datangnya truk tronton Kabaresi karena tim transportasi sudah mengurus dan membayar sewa tronton tersebut. Namun dua jam kemudian, truk yang ditunggu tak kunjung datang. Kami coba menghubungi komandan kabaresi yang telah berjanji menjemput kami, namun tak pernah ada respon meskipun sinyal telah kami dapat kembali. Menit-menit berlalu tanpa kejelasan dan kami hanya berdiam diri di tepi jalanan. Menjelang magrib, ada sebuah mobil Ford Ranger lewat dan kami coba bertanya apakah bisa menumpang sampai Masohi dengan merundingkan ongkos imbalan. Mereka menyanggupinya dan kami bisa bernafas lega karena bisa benar-benar pulang hari itu ke Masohi.
Tak disangka,
pemegang kemudi mobil itu benar-benar ‘handal’ dan tak lebih dari 2 jam kami
bisa sampai di Masohi. Padahal waktu tempuh normal adalah 4 jam. Dengan
kecepatan yang sungguh tinggi di medan yang berliku-liku, kami harus menanggung
derita pusing-pusing dan mual-mual, haha. Bahkan beberapa orang teman lelaki
yang menempati bagian belakang sampai muntah-muntah. Namun kami sudah sangat
bersyukur bisa mendapat tumpangan sampai ke Masohi. Sekitar pukul 19.00 kami
sampai di rumah dinas kepala Balai Taman Nasional yang baru saja pensiun, Pak
Zulkifli. Beliau telah pulang kembali ke Bogor ketika kami datang ke Seram.
Namun masih berbaik hati untuk meminjamkan rumah dinasnya kepada kami untuk
disinggahi sejenak. Di situ kami benar-benar merasakan kembali ke rumah, dengan
kasur empuk dan AC. Kami beristirahat dengan nyenyak malam itu.
7-11 September 2013
“Back Home”Kami masih memiliki tanggungan program ekspedisi, yakni melakukan presentasi ke orang-orang di balai taman nasional sebagai bentuk pertanggungjawaban kami berkegiatan di area Taman Nasional Manusela.Jadwal kami presentasi adalah besok tanggal 9 september, sehingga hari ini kami gunakan untuk persiapan materi presentasi esok hari.
Kami diundang
Bang Ato ke rumahnya untuk jamuan makan siang sekaligus menunjungi keluarganya.
Bang Ato memiliki empat anak laki-laki yang uniknya kesemua anaknya diberi nama
jawa yang berawalan 'su' salah satunya sugiono (sayangnya saya melupakan 3 nama lainnya, haha) . Padahal baik Bang Ato maupun istri tidak
memiliki darah jawa sama sekali. Harapan beliau, keempat anaknya dapat tumbuh
menjadi orang besar selayaknya Sukarno, Suharto, dan Susilo, ketiga presiden
Republik Indonesia yang orang jawa dengan nama ‘Su’ di konsonan pertamanya.
Amin ya bang, haha. Cukup lama kami habiskan waktu di rumah Bang Ato, dan
memberikan tanda terima kasih berupa sembako untuk keluarganya. Kami rasa
sembako memang tidak cukup untuk membalas jasa Bang Ato yang menemani kami
selama berkegiatan. Kelak jika kami bertemu kembali, kami akan selalu mengingat
kebaikannya dan membantu apa yang kami bisa jika beliau membutuhkan bantuan
apapun.
Sisa hari itu
kami habiskan sebagai waktu bebas masing-masing. Saya mencoba mengunjungi
warung internet setempat karena penasaran setelah berminggu-minggu terisolasi
dari dunia luar. Sedikit gagu pada awalnya, dan cukup aneh melihat layar
komputer. Tapi selang beberapa menit saya terlarut dengan sosial media. Tujuan
utama mengecek dan membalas pesan, kalau kalau ada yang mengirimkan saya ucapan
ulang tahun bulan lalu melalui dunia maya, haha.
Malamnya kami
serius kembali menyiapkan presentasi, sambil menonton televisi yang pada malam
hari itu sedang ada acara pemilihan putri indonesia. Kami sendiri telah
melakukan diskusi khusus terkait hasil yang kami dapat di lapangan pada
hari-hari terakhir kami di Kanikeh. Kami juga bersiap-siap packing barang bawaan karena setelah presentasi kami akan langsung
berangkat ke Ambon. Kami sudah memesan tiket pesawat untuk keberangkatan tanggal
10 siang. Acara presentasi sekaligus momen kami untuk berpamitan dengan pulau
ini.
Presentasi
dimulai pagi itu tanggal 9 September. Pegawai balai taman nasional berkumpul,
meskipun tidak lengkap semua datang. Setelah pembukaan oleh ketua tim kami,
Adoy, presentasi dilanjutkan oleh masing-masing bidang sembari kami bercerita
mengenai apa yang kami dapat di sana. Saya mendapat jatah menyampaikan beberapa
hasil eksplorasi karst. Hasil yang kami sampaikan ditanggapi dengan baik oleh
pegawai balai. Kami saling berdiskusi mengenai saran-saran yang kami sampaikan
berdasarkan diskusi kami di lapangan.
suasana presentasi di Balai TN Manusela
Siangnya, kami
langsung pergi ke arah pelabuhan Amahai untuk kemudian menaiki kapal cepat,
menyeberangi laut menuju Pelabuhan Tulehu di Ambon. Sesampainya di Ambon kami
mendatangi mess milik pegawai dinas KSDA Ambon yang kebetulan salah satunya
adalah alumni Kehutanan UGM. Kami menginap semalam dan keesokan harinya kami
harus ke bandara untuk mengambil penerbangan ke Surabaya pada pukul 10.00.
Bagian sebelumnya:
Catatan Perjalanan Ekspedisi Binaiya, Pulau Seram (Bagian 2)
Catatan Perjalanan Ekspedisi Binaiya, Pulau Seram (bagian 1)
pulaaang
Bagian sebelumnya:
Catatan Perjalanan Ekspedisi Binaiya, Pulau Seram (Bagian 2)
Catatan Perjalanan Ekspedisi Binaiya, Pulau Seram (bagian 1)
Hello Tamimi! So happy to see u again telling exciting stories ><
BalasHapusDan taukah, kunjungan kamu beberapa hari lalu ke tempatku cukup "menggelitik" rasa pengen blogging aku! Hehehe. Thanks to you :3
Mungkin karena liat temen2 juga mulai sepi nulis, jadi jarang blogwalking dan jadi mager hehe.
Oh ya, dulu aku jadi ganti html ku ke https://asfiyaeffendi.blogspot.com dg alasan biar lebih gampang ditemukan dengan nama asli. Hehe.
Maen sini!